KISAH DIBALIK ADANYA ULUMBU



                    
Aslal Usul Ulumbu
         Oleh : Yuvens Pamput   
          
                 Pesta panenpun telah tiba,  semua wargapun mengikuti pesta panen ini yang berlansung di kebun. Dan yang tersisa di kampung tersebut adalah si Buta dan si Lumpuh. Keduanyanya tidak bisa mengikuti pesta yang terbilang sangat meriah ini dengan alasan keterbatasan mereka masing-masing, dimana si Buta bisa berjalan tapi tidak bisa melihat begitupun juga dengan si Lumpuh bisa melihat tapi tidak bisa berjalan. Dengan alasan inilah mereka tetap berada di rumah. Siang harinya si Buta hendak menanak nasi, tapi naas si Buta tidak memiliki korek api, si Butapun memanggil si Lumpuh untuk meminjam korek api, kebetulan rumanya si  Buta dan si Lumpuh bersampingan. Si Buta memanggil si Lumpuh
                Si Buta : “oee peko manga api sili ko”? (Lumpuh di situ ada api kah?)
                Si Lumpu: “ eng e Buta manga e”? ( ia Buta ada)
                Si Buta : “ oleee celong laku di cekoen ta? aku kudu kete api e kudu teneng hang e. Darem ge ae.”( saya pinjam sebentar kah? Saya mau kasih nyala   api untuk menanak nasi saya sudah lapar.)
                Si Lumpu: “ eng ta de. oleeee tapi coo caran ban ge. Memang bo manga api hoo cee ee, landing ga coo caran ba’an laku ge, aku toe nganceng lako.” ( ia bisa. Tapi  bagaimana caranya. Memang di sini ada api, tapi bagaimana cara bawanya,  sementara saya tidak  bisa berjalan.)
                Di sini kedunya bingun memikirkan bagaima cara membawa api dari rumahnya si Lumpuh. Keduanya mulai berpikir, lalu muncullah ide dari si Buta untuk membawa api dari rumahnya si Lumpuh menggunakan jasa anjing. Dan si buta lansung bertanya kepada si Lumpuh apakah si Lumpuh ada memelihara anjing, supaya apinya dibawa oleh anjing. Dengan mengikat apinya di ekor anjing.
                Si Buta : “ peko manga acu sili ko?” ( lumpuh ada anjing di bawah kah?)
                Si Lumpuh : “ eng e buta manga e.” ( ia buta ada)
                Si Buta : “ ohh eng ga. Asa eme nggoo ge, pongo one iko de acu hitu kat lithituhitu sili mai ga.” ( baik sudah. Bagaimana kalau caranya bigini sudah, engkau ikat arang  apinya di ekor anjing, biar anjing yang bawa arang apinya kesini.)
                Si Lumpuh: “ eng ta de nggitun kat caran ge, gereng eta ite ge”. ( baik sudah begitu saja sudah caranya.)
                Tak lama kemudian, arang apinyapun sudah diikat di ekor anjing tersebut dan siap untuk di bawa ke rumahnya si Buta. Si Lumpuh pun lansung memanggil si Buta.
                Si Lumpu : “  oe Buta hitu etan api ge, hitu ba le acu hitu etan”.
                Si buta : “ io ga. Terima kasih bao ge Lumpuh”. ( Ia. Terima kasih untuk apinya Lumpuh)
                Anjingpun datang dengan berlari-lari, dengan api yang masih bernyala-nyala pada ekornya.
Tindakan yang tidak patut ini mendatangkan murka alam. Penguasa alampun tiba. Ia mendekati si buta yang sedang menanak. Ia lontarkan satu pertanyaan tentang hasil tanakan yang diinginkan. “Ngoeng mbelek ko kar?” mau yang lunak atau yang keras? Si Buta menimbang-nimbang sejenak, lalu menjawab “Mbelek”.
                Jawaban itulah yang membuat Ulumbu jadi “Mbelek”. Lunak berlumpur mendidih seperti tanakan matang yang kebanyaakan air. Bersamaan dengan itu, kampungnya hilang seketika. Rumah-rumah warganya berubah menjadi bebatuan panas nan gosong. Sebuah kutukan!.
                Itulah sekilah kisah dari ulumbu yang sekarang menjadi pusat Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTPB) Ulumbu.
PLTPB (Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi) Ulumbu, Desa Wewo, Kec. Satar Mese, Kab. Manggarai, NTT.



                    
  
                         

Comments

Popular posts from this blog

Kisah Cinta dan Waktu